Jember,- Proses pengajuan dispensasi pernikahan (Diska) di Kabupaten Jember, dinilai lebih rumit sejak pertengahan tahun 2024 lalu.
Dengan melibatkan beberapa instansi, pemohon harus melewati serangkaian prosedur kompleks yang mencakup evaluasi psikologis dan pemeriksaan kesehatan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin menikahkan anak yang masih belum memenuhi syarat usia.
Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Arif of Law, Muhammad Irfan Soleh menilai bahwa mekanisme pengajuan Diska di Jember sekarang bersifat lintas sektoral.
Para pemohon kini harus berurusan dengan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3AKB) serta Pengadilan Agama (PA).
“Sistem sebelumnya lebih sederhana, hanya perlu mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dan biasanya langsung diputuskan. Sekarang, pemohon harus melewati berbagai instansi dengan proses yang sangat kompleks,” ungkap Irfan, Sabtu, (19/4/25).
Dalam aturan baru, pemohon diwajibkan menjalani serangkaian tahapan, termasuk evaluasi psikologis dari DP3AKB dan pemeriksaan kesehatan reproduksi di fasilitas kesehatan setempat.
“Tantangan terbesar terletak pada proses di DP3AKB. Rekomendasi dari psikolog menjadi persyaratan mutlak. Tanpa dokumen ini, permohonan berisiko ditolak oleh pengadilan,” imbuhnya.
Aspek finansial juga menjadi sorotan. Irfan mencatat bahwa biaya untuk pengajuan Diska bisa mencapai Rp 600 ribu per orang, belum termasuk biaya ke pengadilan.
“Surat keterangan sehat dari Puskesmas dikenai biaya Rp 350 ribu, sementara tes narkoba di Labkesda Rp 250 ribu. Banyak keluarga di pedesaan yang ingin menikahkan anak mereka karena khawatir melanggar norma agama dan hukum,” tambahnya.
Juru bicara Pengadilan Agama (PA) Jember, Moh. Hosen, menjelaskan bahwa prosedur baru ini sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019.
“Regulasi tersebut mengharuskan adanya rekomendasi dari DP3AKB, Dinas Kesehatan, psikolog, serta surat keterangan dari KUA,” cetusnya.
Hosen menegaskan bahwa persyaratan ini bukan untuk mempersulit warga, melainkan sebagai upaya melindungi anak dan mengurangi pernikahan dini.
“Masyarakat harus memahami bahwa ini adalah prosedur yang diperlukan,” Hosen memungkasi. (*)
Editor: Mohammad S
Publisher: Keyra